أَلَمْ  تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ  فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ  بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana  Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan  tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? dan Dia mengirimkan  kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu  (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun  yang dimakan (ulat).
Ini mempakan nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kaum Quraisy,  karena Allah telah menyelamatkan mereka dari serangan tentara bergajah, yang  sejak semula telah bertekad akan merobohkan Ka'bah dan meratakannya dengan tanah  hingga tiada bekas-bekasnya lagi. Maka Allah memusnahkan mereka dan menjadikan  mereka kalah serta usaha mereka menjadi sia-sia, begitu pula tiada hasilnya dari  kerja mereka; Allah mengusir mereka dengan cara yang buruk dan akibat yang  mengecewakan.
Mereka adalah kaum Nasrani, dan agama mereka saat itu lebih mirip keadaannya  dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy, yaitu menyembah berhala.  Peristiwa ini terjadi sebagai irhas dan pendahuluan bagi akan diutus-Nya  Rasulullah Saw. Karena sesungguhnya di tahun itu Nabi Muhammad —menurut pendapat  yang terkenal— dilahirkan. Dan seakan-akan takdir Allah Swt. telah menetapkan  bahwa hai golongan orang-orang Quraisy, Kami menolong kalian bukanlah karena  kalian lebih baik daripada orang-orang Habsyah itu, tetapi karena memelihara  Baitul 'Atiq yang akan Kami muliakan, Kami agungkan, dan Kami hormati dengan  diutusnya seorang nabi yang ummi, yaitu Muhammad Saw. penutup para nabi.
Berikut ini adalah kisah tentara bergajah secara ringkas, padat, tetapi  mendekati kebenaran. Dalam kisah orang-orang yang dimasukkan di dalam parit  berapi telah disebutkan bahwa Zu Nuwas, raja terakhir orang-orang Himyar yang  musyrik; dialah orang yang membunuh kaum Nasrani dengan memasukkan mereka ke  dalam parit yang berapi, jumlah mereka yang dibunuh olehnya kurang lebih ada dua  puluh ribu orang. Tiada seorang pun dari mereka yang selamat kecuali Daus yang  dijuluki dengan panggilan Zu Sa'labain.
Daus melarikan diri dan meminta pertolongan kepada Kaisar raja di negeri  Syam, yang juga seagama dengannya, yaitu pemeluk agama Nasrani. Maka Kaisar  berkirim surat perintah kepada Raja Najasyi di negeri Habsyah, mengingat letak  geografis Habsyah lebih dekat ke negeri Yaman.
Maka Raja Najasyi mengirimkan dua orang panglima perangnya— yaitu Aryat dan  Abrahah ibnus Sabah Abu Yaksum— dengan membawa pasukan yang sangat banyak  jumlahnya. Maka mereka memasuki negeri Yaman dan mereka merajalela di  kota-kotanya, lalu merebut kerajaan negeri Yaman dari tangan orang-orang Himyar,  sedangkan Zu Nuwas sendiri tewas karena tenggelam di laut.
Dan Habsyah menjadikan negeri Yaman sebagai negeri yang berdiri sendiri di  bawah pimpinan kedua panglima tersebut, yaitu Aryat dan Abrahah. Lalu keduanya  berselisih pendapat mengenai siapa di antara keduanya yang berhak menjadi raja  di negeri Yaman; keduanya berupaya menjatuhkan yang lainnya. Pada akhirnya salah  satu pihak berkata kepada pihak lawannya, "Kita tidak perlu mengorbankan  prajurit yang tidak berdosa di antara kita, lebih baik kita perang tanding saja  antara aku dan kamu. Maka barang siapa yang dapat mengalahkan lawannya dan  berhasil membunuhnya, dialah yang berhak menjadi raja di negeri ini." Pihak  lainnya menyetujui usul ini, akhirnya keduanya bertanding dalam suatu ajang  perang yang di belakang masing-masing pihak ada parit.
Di suatu kesempatan Aryat berhasil menebaskan pedangnya dan mengenai hidung  dan mulut Abrahah, dan hampir saja membelah wajahnya. Maka Atudah maula (bekas  budak) Abrahah membela majikannya dan menyerang Aryat serta berhasil  membunuhnya. Maka Abrahah diusung dari arena itu dalam keadaan terluka, lalu  lukanya diobati hingga akhirnya ia sembuh; setelah itu ia sendirilah yang  memimpin tentara Habsyah di negeri Yaman.
Raja Najasyi (Negus) berkirim surat kepadanya, yang isinya mencela  perbuatannya itu dan mengancamnya serta bersumpah bahwa dirinya benar-benar akan  menginjak-injak negeri Yaman dan membelah ubun-ubunnya. Maka Abrahah membalas  suratnya dengan nada memohon belas kasihan dan berdiplomasi, seraya mengirimkan  hadiah-hadiah, cindera mata, dan kantong yang berisikan tanah negeri Yaman serta  potongan rambut ubun-ubunnya. Semuanya itu ia kirimkan bersama kurirnya untuk  disampaikan kepada Raja Najasyi.
Di dalam suratnya Abrahah mengatakan, "Hendaklah Anda (raja) menginjak-injak  tanah ini untuk menunaikan sumpah Anda, dan inilah potongan rambut ubun-ubunku  kuserahkan kepadamu." Ketika hal tersebut sampai di pangkuan Raja Najasyi,  ternyata ia terpikat dengan cara yang dilakukan Abrahah, dan akhirnya ia puas  dan mendukung apa yang dilakukan oleh Abrahah. Dan dalam suratnya itu Abrahah  menjanjikan kepada Najasyi bahwa dirinya akan membangun sebuah gereja di tanah  Yaman atas nama Raja Najasyi, yang belum pernah ada suatu gereja pun dibangun  sebesar itu.
Maka Abrahah membangun sebuah gereja yang sangat besar di kota San'a,  bangunannya tinggi sekali lagi dipenuhi dengan berbagai ukiran dan pahatan;  orang-orang Arab menamainya Al-Qulais. Disebut demikian karena  bangunannya tinggi sekali, hingga membuat qalansuwah (peci) orang yang  memandangnya hampir saja terjatuh dari kepalanya, mengingat puncaknya tinggi  sekali.
Kemudian Abrahah menginstruksikan kepada Asyram agar memalingkan para  peziarah dari kalangan orang-orang Arab untuk mengunjunginya sebagaimana Ka'bah  di Mekah dikunjungi mereka. Dan Abrahah memerintahkan kepada Asyram supaya  menyerukan pengumuman ini di seluruh kerajaannya. Maka orang-orang Arab  keturunan 'Adnan dan Qahtan tidak suka dengan hal tersebut, dan orang-orang  Quraisy sangat marah karenanya, hingga sebagian dari mereka ada yang bertekad  membuat kerusuhan di dalamnya. Dia masuk dengan diam-diam ke dalamnya di malam  hari, lalu menimbulkan peristiwa yang menggemparkan di dalamnya, setelah itu ia  lari pulang ke Hijaz.
Ketika para pelayan gereja melihat peristiwa tersebut, mereka melaporkan  kepada rajanya (yaitu Abrahah) dan mengatakan kepadanya bahwa sesungguhnya yang  melakukan peristiwa tersebut tiada lain adalah kaki tangan orang-orang Quraisy,  karena mereka marah dan tidak suka dengan adanya gereja ini yang dianggap  menyaingi kepunyaan mereka. Maka Abrahah bersumpah bahwa dirinya benar-benar  akan menuju ke Ka'bah di Mekah dan benar-benar akan menghancurkannya batu demi  batu hingga rata dengan tanah.
Muqatil ibnu Sulaiman menyebutkan bahwa ada seorang pemuda dari kalangan  Quraisy memasuki gereja besar di Yaman itu, lalu ia membakarnya, sedangkan di  hari itu cuaca sangat panas, maka dengan mudahnya gereja itu terbakar hingga  ambruk. Karena peristiwa itulah Abrahah bersiap-siap menghimpun bala tentaranya  dalam jumlah yang sangat besar. Lalu ia berangkat dengan pasukannya itu dengan  maksud agar tiada seorang pun yang dapat menghalang-halangi niatnya. Selain dari  itu ia membawa seekor gajah yang besarnya tak terperikan, diberi nama Mahmud;  gajah tersebut sengaja dikirim oleh Raja Najasyi kepadanya untuk tujuan  tersebut. Bahkan menurut pendapat lain, selain gajah Mahmud itu ada delapan  gajah lainnya; dan menurut pendapat yang lainnya lagi dua belas ekor gajah;  hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Gajah tersebut akan dijadikan sebagai sarana untuk merobohkan Ka'bah,  misalnya mengikat semua sisi Ka'bah dengan rantai, lalu mengikatkannya pada  leher gajah, maka gajah akan menariknya dan tembok Ka'bah akan runtuh sekaligus  dalam waktu yang singkat.
Ketika orang-orang Arab mendengar keberangkatan Abrahah dengan pasukannya  yang bergajah itu, maka mereka merasakan adanya bahaya yang amat besar akan  menimpa diri mereka. Dan mereka merasakan bahwa sudah merupakan keharusan bagi  mereka membela Bait mereka dan mengusir orang-orang yang bermaksud jahat  terhadapnya.
Maka bangkitlah seorang lelaki dari kalangan penduduk Yaman yang terhormat  dan terbilang sebagai pemimpin mereka untuk mengadakan perlawanan terhadap  Abrahah. Orang tersebut bernama Zu Nafar, maka ia menyerukan kepada kaumnya dan  orang-orang Arab lainnya untuk memerangi Abrahah dan berjihad melawannya demi  membela Baitullah, karena Abrahah bermaksud akan merobohkannya dan meratakannya  dengan tanah.
Seruannya itu mendapat sambutan yang hangat dari mereka, lalu mereka  berperang melawan Abrahah dipimpin oleh Zu Nafar, tetapi pada akhirnya Zu Nafar  kalah. Ini tiada lain karena kehendak Allah Swt. yang bertujuan akan memuliakan  Baitullah dan mengagungkannya. Zu Nafar ditawan, tetapi Abrahah memaafkannya dan  membawanya pergi bersama ke Mekah.
Dan ketika perjalanan Abrahah sampai di tanah orang-orang Khas'am, ia  dihalangi oleh Nufail ibnu Habib Al-Khas'ami bersama kaumnya, yang memeranginya  selama dua bulan. Tetapi pada akhirnya Abrahah berhasil mengalahkan mereka dan  menawan Nufail ibnu Habib; pada mulanya Abrahah bermaksud membunuhnya, kemudian  ia memaafkannya dan membawanya serta ke Mekah sebagai penunjuk jalannya di  negeri Hijaz.
Ketika perjalanan Abrahah sampai di dekat Taif, maka para penduduk Taif  datang menyambutnya dan bersikap diplomatis dengannya karena takut dengan rumah  peribadatan mereka yang mereka beri nama Al-Lata, karenanya Abrahah menghormati  mereka. Dan mereka mengirimkan Abu Rigal untuk pergi bersamanya sebagai penunjuk  jalan.
Ketika perjalanan Abrahah sampai di Al-Magmas —yaitu di suatu tempat yang  terletak tidak jauh dari Mekkah— ia turun beristirahat, sedangkan bala  tentaranya merampas semua ternak penduduk Mekah dan sekitarnya atas perintah  Abrahah sendiri. Dan di antara ternak unta yang dirampas terdapat dua ratus ekor  unta milik Abdul Muttalib. Dan tersebutlah orang yang diserahi oleh Abrahah  untuk memimpin perampasan ternak itu adalah komandan pasukan terdepannya yang  dikenal dengan nama Al-Aswad ibnu Maqsud, lalu ia dikecam oleh sebagian bangsa  Arab melalui bait-bait syairnya, menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu  Ishaq.
Abrahah mengirimkan Hannatah Al-Himyari ke Mekah dan memerintahkan kepadanya  supaya kembali membawa orang Quraisy yang paling terhormat. Dan Abrahah  menyampaikan kepadanya bahwa dia datang bukan untuk memerangi kamu, terkecuali  jika kamu menghalang-halanginya dari Baitullah. Maka datanglah Hannatah ke  Mekah, lalu ditunjukkan kepadanya rumah Abdul Muttalib ibnu Hasyim, lalu ia  menyampaikan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abrahah. Maka Abdul Muttalib  mengatakan kepadanya, "Demi Allah, kami tidak berniat untuk memeranginya, juga  kami tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Ini adalah Baitullah yang disucikan dan  merupakan bait (rumah) kekasih-Nya, yaitu Ibrahim. Maka jika Dia  mempertahankannya, sudah wajar karena ia adalah rumah-Nya yang disucikan. Dan  jika Dia membiarkan antara bait-Nya. dan Abrahah, maka tiada kemampuan bagi kami  untuk mempertahankannya."
Hannatah berkata kepada Abdul Muttalib, "Kalau begitu, marilah engkau pergi  bersamaku untuk menemuinya." Maka Abdul Muttalib berangkat bersama Hannatah. Dan  ketika Abrahah melihat Abdul Muttalib, ia terkejut melihat penampilan Abdul  Muttalib yang tinggi lagi berwibawa dan tampan. Maka ia menghormatinya, dan ia  turun dari singgasananya, lalu duduk bersama Abdul Muttalib di hamparan  permadani.
Abrahah berkata kepada juru terjemahnya untuk mengatakan kepada Abdul  Muttalib mengenai keperluannya hingga datang menghadap kepadanya. Abdul Muttalib  berkata kepada juru terjemah Abrahah, "Sesungguhnya aku datang untuk keperluanku  sendiri, yaitu sudilah kiranya sang raja (Abrahah) menyerahkan kepadanya dua  ratus ekor unta miliknya yang telah dirampasnya."
Abrahah terkejut dan mengatakan kepada juru terjemahnya bahwa katakanlah  kepadanya, "Sesungguhnya pada mulanya ketika aku melihatmu, aku merasa kagum  dengan penampilan dan wibawamu. Tetapi setelah engkau berbicara kepadaku,  kesanku menjadi sebaliknya; apakah engkau berbicara kepadaku hanya mengenai dua  ratus ekor unta yang telah kurampas darimu? Sedangkan engkau meninggalkan  bait-mu yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang  untuk merobohkannya, lalu mengapa engkau tidak berbicara kepadaku  mengenainya?"
Abdul Muttalib menjawab, "Sesungguhnya aku adalah pemilik unta itu dan  sesungguhnya bait itu mempunyai Pemiliknya sendiri yang akan membelanya."  Abrahah berkata, "Dia tidak akan dapat mencegahku dari merobohkannya." Abdul  Muttalib berkata, "'Kalau begitu, terserah Anda."
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya bersama Abdul Muttalib terdapat  segolongan orang-orang terhormat dari kalangan orang-orang Arab. Mereka  menawarkan kepada Abrahah sepertiga dari harta Tihamah dengan syarat Abrahah  mengurungkan niatnya dari menghancurkan Ka'bah. Tetapi Abrahah menolak tawaran  mereka dan mengembalikan kepada Abdul Muttalib dua ratus ekor untanya.
Abdul Muttalib kembali ke Mekah dan menemui orang-orang Quraisy, lalu  memerintahkan kepada mereka agar keluar dari Mekah dan berlindung di atas  puncak-puncak bukitnya karena takut akan serangan bala tentara Abrahah. Setelah  itu Abdul Muttalib pergi ke Ka'bah dan memegang pegangan pintu Ka'bah, sedangkan  di belakangnya ikut beberapa orang dari kaum Quraisy. Mereka semuanya berdoa  kepada Allah dan memohoh pertolongan kepada-Nya dari serangan Abrahah dan bala  tentaranya.
Abdul Muttalib dalam doanya itu mengatakan seraya memegang pegangan pintu  Ka'bah:
لاهُمَّ   إنَّ المرء يمـ ...  نَعُ رَحْلَه فامْنع حِلالَك ...
لَا  يغلبنَّ صَلِيبُهم ...  ومحَالُهم غَدْوًا مِحَالك ...
Ya Allah, sesungguhnya seseorang itu  diharuskan membela ternak unta miliknya, maka belalah kepemilikan-Mu.  
Janganlah sekali-kali Engkau biarkan  salib dan kekuasaan mereka selamanya menang atas tempat-Mu ini.
Setelah itu Abdul Muttalib melepaskan pegangan pintu Ka'bah, lalu ia bersama  orang-orang Quraisy lainnya keluar menuju ke daerah perbukitan, berlindungdi  puncak-puncaknya. Demikianlah menurut Ibnu Ishaq.
Muqatil ibnu Sulaiman menyebutkan bahwa mereka meninggalkan di dekat  Baitullah seratus ekor unta budnah yang telah dikalungi (untuk dikurbankan),  dengan tujuan mudah-mudahan sebagian tentara Abrahah ada yang berani  mengganggunya dan menyembelih sebagiannya tanpa hak, maka akibatnya Allah akan  menghukum mereka.
Dan pada pagi harinya Abrahah bersiap-siap untuk memasuki kota Mekah, lalu  menyiapkan gajahnya yang diberi nama Mahmud dan ia menyiapkan pula bala  tentaranya. Setelah semuanya siap, maka mereka mengarahkan gajahnya menuju ke  arah Mekah, tetapi sebelum itu Nufail ibnu Habib datang dan berdiri di dekat  gajah, lalu berkata, "Hai Mahmud, duduklah kamu dan kembalilah dengan penuh  kesadaran menuju ke tempat asal kedatanganmu, karena sesungguhnya engkau berada  di negeri Allah yang disucikan," setelah itu melepaskan telinga gajah Mahmud,  yang dipeganginya saat ia membisikinya.
Maka gajah itu duduk, dan Nufail lari dengan kencangnya menuju ke daerah  perbukitan dan berlindung di puncaknya. Mereka memukuli gajah itu supaya  berdiri, akan tetapi gajah itu membangkang dan tidak mau berdiri. Lalu mereka  memukul kepalanya dengan palu agar bangkit, dan mereka masukkan tongkat mereka  ke bagian lubang telinganya, menariknya dengan tujuan agar mau berdiri, tetapi  gajah itu tetap menolak. Kemudian mereka mengarahkannya ke negeri Yaman, dan  ternyata tanpa sulit gajah itu bangkit dengan sendirinya, lalu berlari kecil  menuju ke arah itu. Kemudian mereka mencoba untuk mengarahkannya ke negeri Syam,  dan gajah itu menuruti perintahnya; mereka coba mengarahkannya ke timur, maka  gajah itu mengikuti perintah. Tetapi bila diarahkan ke Mekah, gajah itu diam dan  duduk.
Dan Allah mengirimkan kepada mereka sejumlah besar burung dari arah laut yang  bentuknya seperti burung walet dan burung balsan; tiap-tiap ekor membawa tiga  buah batu. Satu diparuhnya dan yang dua dipegang oleh masing-masing dari kedua  kakinya; batu itu sebesar kacang humsh dan kacang 'adas. Tiada  seorang pun dari mereka yang terkena batu itu melainkan pasti binasa, tetapi  tidak seluruhnya terkena batu itu.
Akhirnya mereka melarikan diri dan lari tunggang langgang ke arah semula  mereka datang seraya mencari Nufail ibnu Habib untuk menunjukkan kepada mereka  jalan pulangnya. Sedangkan Nufail berada di atas bukit bersama orang-orang  Quraisy dan orang-orang Arab Hijaz lainnya, menyaksikan apa yang ditimpakan oleh  Allah Swt. kepada tentara bergajah itu sebagai azab dari-Nya. Dan ketika  menyaksikan pemandangan itu Nufail berkata:
أينَ  المَفَرُّ? والإلهُ الطَّالب والأشرمُ المغلوبُ غَيْرُ الْغَالِبْ
Ke manakah tempat untuk berlari dari  kejaran Tuhan yang mengejar; Asyram kalah dan tidak menang.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nufail ibnu Habib dalam kesempatan itu  mengumandangkan bait-bait syair yang berbunyi, 
أَلَا  حُييت عَنا يَا رُدَينا ...  نَعمْنا كُم مَعَ الأصبَاح عَينَا ...
رُدَينةُ  لَوْ رَأَيْتِ -وَلَا تَرَيْه ...  لَدَى جَنْب الْمُحَصَّبِ -مَا رَأينَا ...
إِذًا  لَعَذَرتني وَحَمَدت أمْري ...  وَلَم تَأْسَيْ عَلَى مَا فَاتَ بَيْنَا ...
حَمِدتُ  اللَّهَ إِذْ أبصَرتُ طَيْرًا ...  وَخفْتُ حَجارة تُلقَى عَلَينا ...
فَكُلّ  الْقَوْمِ يَسألُ عَن نُفَيل ...  كَأنَّ عليَ للحُبْشَان دَينَا! ...
"Mengapa engkau tidak menghormati  kami dan agama kami, maka kami akan menghormati kedatanganmu dengan penghormatan  yang luar biasa. 
Demi suatu agama yang seandainya  engkau melihat sebagaimana yang kami lihat di dekat Al-Muhassib, tetapi ternyata  engkau tidak melihatnya. 
Jika engkau melihatnya, tentulah  engkau memaafkanku dan memuji tindakanku, dan engkau tidak akan mengalami  kekecewaan dari apa yang telah terlewatkan di antara kita. 
Aku memuji kepada Allah ketika melihat  kedatangan burung-burung, dan aku menjadi takut akan tertimpa oleh batu-batu  yang dijatuhkannya. 
Maka semua kaum (tentara Habsyah)  mencari-cari Nufail, seakan-akan aku mempunyai utang kepada tentara Habsyah  itu."
Al-Waqidi meriwayatkan berikut sanadnya, bahwa mereka bersiap-siap untuk  memasuki Mekah dan gajahnya telah mereka persiapkan pula, tetapi manakala mereka  mengarahkannya ke salah satu tujuan dari tujuan yang lain, maka gajah itu mau  bergerak. Dan jika mereka arahkan gajahnya menuju ke kota suci Mekah, tiba-tiba  ia duduk dan mengeluarkan suaranya (menolak). Lalu Abrahah memaksa pawang gajah  dan membentaknya, bahkan memukulinya supaya ia memaksa gajah agar mau masuk ke  kota Mekah; mereka memakan waktu yang cukup lama untuk itu.
Sedangkan Abdul Muttalib dan segolongan orang dari para pemuka penduduk Mekah  —antara lain Mut'im ibnu Adiy, Amr ibnu Aid ibnu Imran ibnu Makhzum, dan Mas'ud  ibnu Amr As-Saqafi— berada di Gua Hira menyaksikan apa yang dilakukan oleh  tentara Habsyah itu, dan apa yang dialami mereka dengan gajahnya yang  membangkang itu; kisahnya sangat ajaib dan aneh. 
Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirimkan  kepada tentara habsyah yang bergajah itu burung Ababil, gelombang demi gelombang  yang warna bulunya kuning, lebih kecil daripada merpati, sedangkan kakinya  berwarna merah; tiap-tiap burung membawa tiga buah batu kerikil. Lalu iringan  burung-burung itu tiba dan berputar di atas mereka, kemudian menimpakan  batu-batu itu kepada mereka hingga mereka binasa.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa tentara Habsyah datang dengan membawa  dua ekor gajah; adapun gajah Mahmud hanya mendekam dan tidak mau bangkit,  sedangkan gajah lainnya memberanikan dirinya dan akhirnya ia terkena batu  itu.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa mereka membawa banyak gajah, sedangkan  gajah Mahmud adalah kendaraan raja mereka, Mahmud mendekam dengan tujuan agar  gajah lainnya mengikuti jejaknya. Dan ternyata di antara kumpulan gajah yang  mereka bawa ada seekor gajah yang memberanikan dirinya melangkah, maka ia  tertimpa batu dan binasa hingga gajah lainnya kabur melarikan diri.
Ata ibnu Yasar dan lain-lainnya mengatakan bahwa tentara bergajah itu tidak  semuanya binasa oleh azab seketika itu juga, bahkan di antara mereka ada yang  segera mati, dan di antaranya ada yang tubuhnya rontok anggota demi anggota  dalam pelariannya, yang pada akhirnya binasa juga. Sedangkan Abrahah termasuk  dari mereka yang tubuhnya rontok anggota demi anggota, hingga akhirnya mati di  tanah orang-orang Khas'am.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa lalu mereka melarikan diri, sedangkan anggota  tubuh mereka rontok satu demi satu, dan di setiap jalan mereka mati  bergelimpangan. Sedangkan Abrahah, tubuhnya terkena oleh batu itu, lalu mereka  membawanya lari bersama mereka, dan tubuhnya rontok sedikit demi sedikit, hingga  sampailah mereka bersamanya di San'a, sedangkan keadaan Abrahah seperti anak  burung yang baru menetas. Dan Abrahah masih belum mati kecuali setelah dadanya  terbelah dan jantungnya keluar; demikianlah menurut sahibul hikayat.
Muqatil ibnu Sulaiman menceritakan bahwa orang-orang Quraisy memperoleh harta  yang banyak dari jarahan harta benda pasukan Abrahah itu, sehingga disebutkan  bahwa pada hari itu Abdul Muttalib mendapat emas yang jumlahnya dapat memenuhi  suatu galian sumur.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'kub ibnu Utbah yang  menceritakan kepadanya bahwa penyakit cacar dan lepra di tanah Arab mula-mula  terjadi pada tahun itu. Dan bahwa pahitnya buah harmal, hanzal, dan 'usr  dirasakan sejak tahun itu. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah melalui  jalur yang jayyid.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Allah Swt. berkehendak mengutus Nabi  Muhammad Saw., maka termasuk di antara karunia dan nikmat yang dilimpahkan-Nya  kepada kaum Quraisy ialah terusirnya tentara Habsyah dari mereka, demi menjaga  tetapnya kekuasaan dan masa keemasan mereka (Quraisy). Untuk itulah maka  disebutkan oleh firman-Nya:
{أَلَمْ  تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي  تَضْلِيلٍ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ  سِجِّيلٍ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap  tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk  menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang  berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang  terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daunyang dimakan ulat.  (Al-Fil: 1-5)
Dan juga firman-Nya:
لِإِيلافِ  قُرَيْشٍ إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتاءِ وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هذَا  الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian  pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik  rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan  lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Quraisy: 1-4)
Yakni agar tiada sesuatu pun yang mengubah keadaan mereka dari kebiasaannya,  yang hal tersebut tiada lain karena Allah berkehendak baik terhadap mereka,  sekiranya mereka mensyukurinya.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa ababil artinya berbondong-bondong, dalam bahasa  Arab kata ini tidak ada bentuk tunggalnya. Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa  adapun makna sijjil, menurut apa yang telah dikatakan oleh Yunus An-Nahwi  dan Abu Ubaidah, makna yang dimaksud menurut orang Arab ialah yang sangat  keras.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa keduanya  merupakan kata yang berasal dari bahasa Persia, lalu oleh orang Arab dijadikan  menjadi satu. Sesungguhnya yang dimaksud tiada lain sama dengan batu dan tanah  liat. Ulama tafsir itu mengatakan bahwa batu-batu tersebut berasal dari kedua  jenis itu, yakni batu dan tanah Hat.
Ibnu Hasyim mengatakah bahwa al-'asfu artinya daun tanaman yang belum  diketam, bentuk tunggalnya adalah 'asfah; demikianlah menurut apa yang  dikemukakan oleh Ibnu Hasyim.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Amir, dari Zurr, dari Abdullah  dan Abu Salamah ibnu Abdur Rahman sehubungan dengan makna firman-Nya: burung  yang berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Maksudnya, yang bergelombang-gelombang.  
Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sebagian  darinya mengiringi sebagian yang lainnya. 
Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ababil  ialah yang banyak jumlahnya. Mujahid mengatakan bahwa ababil artinya yang  berpencar, berturut-turut, lagi berbondong-bondong. 
Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ababil ialah  berpencar-pencar, ada yang datang  dari arah ini dan arah itu, yakni mendatangi  mereka dari segala penjuru. 
Al-Kisa-i mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebagian ulama Nahwu  mengatakan bahwa bentuk tunggal ababil ialah ibil.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul A'la, telah  menceritakan kepadaku Daud, dari Ishaq ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal  yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan Dia  mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Yaitu  berkelompok-kelompok seperti ternak unta yang dilepas bebas. 
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami  Waki', dari Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna  firman-Nya: dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang  berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Maksudnya, burung-burung yang mempunyai  belalai seperti gajah dan cakar-cakar yang seperti kaki anjing.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu ibrahim,  telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain,  dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: burung yang  berbondong-bondong. (Al-Fil: 3) Burung-burung itu berwarna hijau keluar dari  laut, kepalanya seperti kepala serigala. 
Telah menceritakan pula kepada kami ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada  kami Ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari Ubaid ibnu  Umair sehubungan dengan makna firman-Nya: burung yang berbondong-bondong.  (Al-Fil: 3) Yakni burung yang muncul dari laut yang paruh dan kedua cakarnya  semuanya berwarna hitam; semua sanad riwayat di atas berpredikat sahih.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa burung itu berwarna hijau, sedangkan  paruhnya berwarna kuning. Burung-burung itu silih berganti menyerang mereka.  Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ata, bahwa burung ababil itu  bentuknya serupa dengan burung garuda yang dikenal di daerah Magrib. Demikianlah  menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah  menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah, telah  menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan, dari  Ubaid ibnu Umair yang mengatakan bahwa ketika Allah berkehendak akan  membinasakan tentara bergajah, maka Dia mengirimkan kepada mereka pasukan burung  yang dikeluarkan dari laut yang gesitnya sama dengan burung walet. Tiap ekor  burung membawa tiga buah batu yang terbagi pada paruhnya satu buah dan pada  masing-masing kedua kakinya satu buah.
Burung-burung itu datang berbaris bersaf-saf di atas mereka, lalu  mengeluarkan suaranya dan menjatuhkan batu-batu yang ada pada paruh dan kedua  kakinya. Maka tiada sebuah batu pun yang menimpa kepala seseorang dari mereka  melainkan tembus sampai ke duburnya, dan tidak sekali-kali batu itu mengenai  sesuatu dari tubuh seseorang dari mereka melainkan tembus ke bagian lainnya.  Allah mengirimkan pula angin yang kencang sehingga menambah kencang jatuhnya  batu-batuan itu hingga semuanya binasa.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa batu-batuan  dari sijjil, makna yang dimaksud ialah tanah liat yang telah berubah menjadi  batu. Hal ini disebutkan keterangannya di atas dan tidak perlu diulangi  lagi.
Firman Allah Swt.:
{فَجَعَلَهُمْ  كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ}
Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).  (Al-Fil: 5)
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah pakan hewan  ternak yang dikenal oleh bahasa pasaran dengan istilah habur. Menurut  riwayat lain dari'Sa'id, disebutkan daun tanaman gandum. Diriwayatkan pula  darinya al-’asfu artinya pakan ternak yang telah digerogoti oleh ulat  dedaunannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri. Diriwayatkan  dari Ibnu Abbas, bahwa al-’asfu artinya kulit ari biji gandum.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa al-’asfu artinya daun tanaman dan daun sayuran  bilamana telah dimakan oleh ternak, maka kelihatan hanya tangkainya saja. Makna  yang dimaksud ialah bahwa Allah Swt. membinasakan mereka dan menghancurkan  mereka serta menjadikan mereka 'senjata makan tuan' dengan penuh kedongkolan.  Tiada suatu kebaikan pun yang mereka peroleh, dan sebagian besar dari mereka  binasa, serta tiada yang pulang melainkan dalam keadaan terluka parah,  sebagaimanayang dialami oleh raja mereka (yaitu Abrahah). Sesungguhnya dadanya  terbelah dan jantungnya kelihatan ketika ia sampai di san'a, lalu ia sempat  menceritakan kepada penduduk San'a apa yang telah menimpa diri mereka, setelah  itu ia mati. Kemudian tampuk pemerintahan negeri Yaman dipegang oleh anak  Abrahah yang bernama Yaksum, setelah itu saudaranya yang bernama Masruq ibnu  Abrahah.
Kemudian Saif ibnu Zi Yazin Al-Himyari berangkat menemui Kisra (Raja Persia)  dan meminta bantuan kepadanya untuk menghadapi tentara Habsyah. Maka Kisra  mengabulkan permintaannya dan menyerahkan kepadanya sebagian dari tentaranya  yang berperang bersama Saif ibnu Zi Yazin. Maka Allah mengembalikan kepada  mereka kerajaan yang dahulu dimiliki oleh nenek moyang mereka berikut semua  kekuasaannya. Kemudian berdatanganlah kepadanya delegasi-delegasi dari  orang-orang Arab, mengucapkan selamat atas kemenangannya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu  Abu Bukair, dari Amrah binti Abdur Rahman ibnu As'ad ibnu Zurarah, dari Aisyah  yang mengatakan bahwa sesungguhnya ia sempat melihat bekas pawang gajah dan  pemegang kendalinya di Mekah dalam keadaan telah tuna netra lagi cacat, tak  dapat berjalan, dan meminta-minta (menjadi pengemis).  Al-Waqidi telah  meriwayatkan hal yang semisal dari Aisyah. Dan Al-Waqidi telah meriwayatkan dari  Asma binti Abu Bakar yang telah mengatakan bahwa kedua bekas pawang gajah itu  dalam keadaan cacat parah, meminta-minta kepada orang di Asaf dan Na'ilah,  tempat orang-orang musyrik menyembelih sembelihan mereka.
Menurut hemat saya, nama pemegang kendali gajah Abrahah bernama Anis.  Al-Hafiz Abu Na'im di dalam kitabnya yang berjudul Dala'ilun Nubuwwah  telah meriwayatkan melalui jalur Ibnu Wahb, dari Ibnu Lahi'ah, dari Aqil ibnu  Khalid, dari Usman ibnul Mugirah, kisah tentang tentara bergajah ini; tetapi  tidak disebutkan bahwa Abrahah datang dari Yaman, melainkan dia hanya mengutus  pasukannya yang dipimpin oleh seorang lelaki bernama Syamir ibnu Maqshud, jumlah  pasukannya kurang lebih dua puluh ribu orang personil. Disebutkan pula bahwa  burung ababil datang menyerang mereka di malam hari, dan pada pagi harinya  mereka semuanya tewas. Konteks kisah ini aneh sekali, sekalipun Abu Na'im telah  menguatkannya di atas riwayat yang lain.
Menurut riwayat yang benar, Abrahah Al-Asyram Al-Habsyi datang ke Mekah  sebagaimana yang ditunjukkan oleh konteks riwayat yang lainnya dan juga yang  disebutkan dalam syair orang-orang dahulu. Hal yang sama telah disebutkan dalam  riwayat yang bersumberkan dari Ibnu Lahi'ah, dari Al-Aswad, dari Urwah, bahwa  Abrahah mengirimkan Al-Aswad ibnu Maqsud bersama sejumlah besar pasukannya di  sertai dengan gajah, tetapi tidak disebutkan bahwa Abrahah sendiri ikut dalam  misi tersebut. Menurut pendapat yang benar, Abrahah pun memang ikut datang dalam  misi itu, barangkali Ibnu Maqsud berada di barisan pasukan yang terdepan; hanya  Allah-lah Yang Maha Mengetahui kebenarannya.
Ibnu Ishaq meriwayatkan sebagian dari syair-syair yang dikatakan oleh  orang-orang Arab berkenaan dengan kisah tentara bergajah ini; di antara lain ia  mengutip syair Abdullah ibnuz Zaba'ri yang menyebutkan, 
تَنَكَّلُوا  عَنْ بَطْنِ مَكَّةَ إِنَّهَا ...  كانتْ قَدِيمًا لَا يُرَام حَريمها ...
لَمْ  تُخلَق الشِّعرَى لَيَالِيَ حُرّمتْ ...  إِذْ لَا عزيزَ مِنَ الْأَنَامِ يَرُومها ...
سَائِلْ  أميرَ الْجَيْشِ عَنْهَا مَا رَأى? ...  فلسوفَ يُنبي الْجَاهِلِينَ عَلَيْمُهَا ...
ستونَ  أَلْفًا لَمْ يَؤُوبُوا أرَضهم ...  بَلْ لَمْ يَعِشْ بَعْدَ الِإْيَابِ سَقِيمُهَا ...
كانتْ  بِهَا عادٌ وجُرْهُم قَبْلَهَمُ ...  واللهُ مِنْ فَوْقِ الْعِبَادِ يُقيمها
"Mereka takut terhadap lembah Mekah,  karena sejak masa dahulu tiada yang berani melanggar kesuciannya, bintang syi'ra  masih belum diciptakan di malam-malam ia disucikan. 
Karena tiada seorang pun yang mengaku  dirinya perkasa, berani mengotori kesuciannya. 
Bila ada orang yang bertanya tentang  kisah panglima pasukan apa yang telah dialaminya dari tanah suci itu, maka akan  diceritakan kepadanya oleh orang yang mengetahuinya. 
Enam puluh ribu pasukan tidak pernah  kembali ke tempat tinggal mereka, bahkan tidak dapat hidup lama orang yang sakit  dari mereka sesudah kepulangannya. 
Sebelum mereka terdapat kaum 'Ad dan  Jurhum di dekatnya dan kekuasaan Allah berada di atas hamba-hamba-Nya, Dialah  yang menjaga kesuciannya."
Abu Qais ibnu Aslat Al-Ansari Al-Madani mengatakan dalam bait-bait syairnya  yaitu, 
وَمِنْ  صُنْعه يَوْمَ فِيلِ الحُبُو ...  شِ، إِذْ كُلُّ مَا بَعَثُوه رَزَمْ ...
مَحَاجِنُهُمْ  تَحْتَ أَقْرَابِهِ ...  وَقَدْ شَرَموا أَنْفَهُ فَانْخَرَمْ ...
وَقَدْ  جَعَلُوا سَوْطَهُ مِغْوَلًا ...  إِذَا يَمَّمُوه قَفَاه كُليم ...
فَسوَّل  أَدْبَرَ أَدْرَاجِهِ ...  وَقَدْ بَاءَ بِالظُّلْمِ مَنْ كَانَ ثمَّ ...
فَأَرْسَلَ  مِنْ فَوْقِهِمْ حَاصِبًا ...  يَلُفهُم مثْلَ لَفُ القزُم ...
تَحُثُّ  عَلَى الصَّبر أحبارُهم ...  وَقَد ثأجُوا كَثؤاج الغَنَم ...
"Dan di antara apa yang diperbuat  oleh-Nya di hari tentara bergajah Habsyah telah terbuktikan, karena setiap orang  yang dikirimkan oleh mereka dikalahkan. 
Tameng-tameng mereka berada di bawah  qirbah wadah minum mereka, sedangkan mereka dalam keadaan terhina lagi terluka.  
Pada mulanya kekuatan mereka  menakutkan, di saat mereka menuju kepadanya dengan penuh keangkuhan.  
Tetapi pada akhirnya pemimpin mereka  lari tunggang langgang kembali ke tempat asal datangnya, semua orang yang ikut  dengannya di tempat itu adalah orang yang aniaya. 
Maka dikirimkanlah kepada mereka dari  atas mereka hujan batu kerikil, yang menghancurleburkan mereka. 
Meskipun para pendeta mereka  memerintahkan kepada pasukannya untuk bersabar, tetapi mereka menjerit-jerit  bagaikan embikan kambing yang terancam bahaya."
Abus-Silt ibnu Rabi'ah As-Saqafi mengatakan bahwa telah dinukil dari Umayah  ibnu Abus-Silt ibnu Rabi'ah bait-bait syair yang berbunyi, 
إِنَّ  آيَاتِ رَبِّنا بَاقياتٌ ...  مَا يُمَاري فيهنَّ إِلَّا الكفورُ ...
خُلِقَ  الليلُ والنهارُ فَكُلّ ...  مستبينٌ حسابُه مَقْدُورُ ...
ثمَّ  يَجْلُو النَّهارَ ربٌ رحيمٌ ...  بِمَهَاةٍ شُعَاعها منشورُ ...
حُبِسَ  الفيلُ بالمُغمَّس حَتَّى ...  صَارَ يَحْبُو، كَأَنَّهُ معقورُ ...
لَازِمًا  حلقُه الجرانَ كَمَا قُطِّر ...  مِنْ ظَهْر كَبْكَب مَحدُورُ ...
حَوله  مِنْ مُلُوك كِندةَ أبطالُ ...  ملاويثُ فِي الحُرُوب صُقُورُ ...
خَلَّفُوه  ثُمَّ ابذَعرّوا جَميعًا، ...  كُلَّهم عَظْمُ سَاقِهِ مَكْسُورُ ...
كُلّ  دِينٍ يَومَ القِيَامة عندَ الـ ...  له إِلَّا دِينُ الحَنِيفَة بورُ ...
"Sesungguhnya di antara tanda-tanda  kekuasaan Tuhan kami yang masih tetap ada dan tiada yang mengingkarinya selain  hanya orang yang benar-benar pengingkar kebenaran, 
(yaitu) adanya malam dan siang hari,  semua orang memahami perhitungannya yang telah ditetapkan dengan jelas.  
Kemudian Tuhan Yang Maha Penyayang  menjadikan siang hari terang benderang dengan sinar mentarinya yang menyeluruh.  
Dialah Yang telah menahan pasukan  bergajah di Magmas, hingga gajah itu merangkak seakan-akan seperti tak berdaya,  ia hanya diam mendekam sekalipun punggungnya dipukuli bertubi-tubi dengan  kerasnya. 
Di sekitarnya terdapat raja-raja  Kindah yang disegani dan menjadi para pendekar dalam medan perang, semuanya  menentang niatnya. 
Kemudian mereka semuanya terkejut  karena semua pasukan bergajah itu patah dan binasa. 
Setiap agama kelak di hari kiamat di  hadapan Allah akan ditolak dan sia-sia kecuali agama yang hanif  (Islam)."
Dalam pembahasan yang lalu pada tafsir surat Al-Fath telah disebutkan bahwa  di hari perjanjian Hudaibiyah ketika Rasulullah Saw. berada di atas lereng yang  darinya dapat ditempuh jalan menuju ke tempat orang-orang Quraisy, unta beliau  mendekam, lalu mereka menghardiknya, tetapi unta kendaraan beliau Saw. tetap  menolak. Maka mereka mengatakan bahwa Qaswa (nama unta milik Nabi Saw.) mogok.  Maka Rasulullah Saw. bersabda:
«مَا  خَلَأَتِ الْقَصْوَاءُ وَمَا ذَاكَ لَهَا بِخُلُقٍ وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ  الْفِيلِ- ثُمَّ قَالَ- وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَسْأَلُونِي الْيَوْمَ  خُطَّةً يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرُمَاتِ اللَّهِ إِلَّا أَجَبْتُهُمْ  إِلَيْهَا»
Qaswa tidak mogok, karena mogok bukan merupakan pembawaannya, tetapi ia  ditahan oleh Tuhan Yang telah menahan pasukan bergajah. Kemudian Rasulullah  Saw. melanjutkan sabdanya: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman  kekuasaan-Nya, tidaklah mereka meminta kepadaku hari ini suatu rencana yang di  dalamnya terkandung penghormatan kepada hal-hal yang disucikan oleh Allah  melainkan aku akan menyetujuinya.
Setelah itu beliau Saw. menghardik untanya, maka untanya bangkit dan  meneruskan perjalannya. Hadis ini termasuk hadis-hadis yang diriwayatkan oleh  Imam Bukhari secara munfarid (tunggal).
Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda di hari  jatuhnya kota Mekah:
«إِنَّ  اللَّهَ حَبْسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ وَسَلَّطَ عَلَيْهَا رَسُولَهُ  وَالْمُؤْمِنِينَ، وَإِنَّهُ قَدْ عادت حرمتها اليوم كحرمتها بالأمس ألا فليبلغ  الشاهد الغائب»
Sesungguhnya Allah telah menahan pasukan bergajah dari Mekah, dan  menguasakannya kepada Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan sesungguhnya kini  telah kembali kesuciannya pada hari ini juga, sebagaimana kesuciannya di waktu  sebelumnya. Ingatlah, hendaklah orang yang hadir menyampaikannya kepada orang  yang tidak hadir.
Demikianlah akhir tafsir surat  Al-Fil, segala puji bagi Allah atas limpahan karunia-Nya.
Comments
Post a Comment