أَرَأَيْتَ  الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا  يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ  هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ  الْمَاعُونَ (7)
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?  Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan  orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu)  orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan  (menolong dengan) barang berguna.
Allah Swt. berfirman, bahwa tahukah engkau, hai Muhammad, orang yang  mendustakan hari pembalasan?
{فَذَلِكَ  الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ}
Itulah orang yang  menghardik anak yatim. (Al-Ma'un: 2)
Yakni dialah orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim,  menganiaya haknya dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan  perlakuan yang baik. 
{وَلا  يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ}
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Al-Ma'un: 3)
Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
كَلَّا  بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ وَلا تَحَاضُّونَ عَلى طَعامِ  الْمِسْكِينِ
Sekali-kali tidak (demikian). sebenarnya kalian tidak memuliakan anak  yatim, dan kalian tidak saling mengajak memberi makan orang miskin.  (Al-Fajr: 17-18)
Makna yang dimaksud ialah orang fakir yang tidak mempunyai sesuatu pun untuk  menutupi kebutuhan dan kecukupannya. Kemudian disebutkan dalam firman  berikutnya:
{فَوَيْلٌ  لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ}
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang  lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 4-5)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah  orang-orang munafik yang mengerjakan salatnya terang-terangan, sedangkan dalam  kesendiriannya mereka tidak salat. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:  bagi orang-orang yang salat. (Al-Ma'un: 4) Yaitu mereka yang sudah  berkewajiban mengerjakan salat dan menetapinya, kemudian mereka melalaikannya.  
Hal ini adakalanya mengandung pengertian tidak mengerjakannya sama sekali,  menurut pendapat Ibnu Abbas, atau mengerjakannya bukan pada waktu yang telah  ditetapkan baginya menurut syara'; bahkan mengerjakannya di luar waktunya,  sebagaimana yang dikatakan oleh Masruq dan Abud Duha.
Ata ibnu Dinar mengatakan bahwa segala puji bagi Allah yang telah mengatakan  dalam firman-Nya: yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5) Dan tidak  disebutkan "yang  lalai dalam salatnya". Adakalanya pula karena tidak  menunaikannya di awal waktunya, melainkan menangguhkannya sampai akhir waktunya  secara terus-menerus atau sebagian besar kebiasaannya. Dan adakalanya karena  dalam menunaikannya tidak memenuhi rukun-rukun dan persyaratannya sesuai dengan  apa yang diperintahkan. Dan adakalanya saat mengerjakannya tidak khusyuk dan  tidak merenungkan maknanya. Maka pengertian ayat mencakup semuanya itu. Tetapi  orang yang menyandang sesuatu dari sifat-sifat tersebut berarti dia mendapat  bagian dari apa yang diancamkan oleh ayat ini. Dan barang siapa yang menyandang  semua sifat tersebut, berarti telah sempurnalah baginya bagiannya dan jadilah  dia seorang munafik dalam amal perbuatannya. 
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah  bersabda:
«تِلْكَ  صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ،  يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ  قَامَ فَنَقَرَ أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهُ فِيهَا إِلَّا  قَلِيلًا»
Itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah salatnya orang munafik, itu  adalah salatnya orang munafik. Dia duduk menunggu matahari; dan manakala  matahari telah berada di antara kedua tanduk setan (yakni akan tenggelam), maka  bangkitlah ia (untuk salat) dan mematuk (salat dengan cepat) sebanyak empat  kali, tanpa menyebut Allah di dalamnya melainkan hanya sedikit.
Ini merupakan gambaran salat Asar di waktu yang terakhirnya, salat Asar  sebagaimana yang disebutkan dalam nas hadis lain disebut salat wusta, dan yang  digambarkan oleh hadis adalah batas terakhir waktunya, yaitu waktu yang  dimakruhkan. Kemudian seseorang mengerjakan salatnya di waktu itu dan mematuk  sebagaimana burung gagak mematuk, maksudnya ia mengerjakan salatnya tanpa  tumaninah dan tanpa khusyuk. Karena itulah maka dikecam oleh Nabi Saw. bahwa  orang tersebut tidak menyebut Allah dalam salatnya, melainkan hanya sedikit  (sebentar). Barangkali hal yang mendorongnya melakukan salat tiada lain pamer  kepada orang lain, dan bukan karena mengharap rida Allah. Orang yang seperti itu  sama kedudukannya dengan orang yang tidak mengerjakan salat sama sekali. Allah  Swt. telah berfirman:
إِنَّ  الْمُنافِقِينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خادِعُهُمْ وَإِذا قامُوا إِلَى  الصَّلاةِ قامُوا كُسالى يُراؤُنَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا  قَلِيلًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas  tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan  malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di Hadapan manusia. Dan tidaklah  mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{الَّذِينَ  هُمْ يُرَاءُونَ}
orang-orang yang berbuat ria. (Al-Ma'un: 6)
قَالَ  الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبْدَوَيْهِ  الْبَغْدَادِيُّ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ،  عَنْ يُونُسَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى  اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ فِي جَهَنَّمَ لَوَادِيًا تَسْتَعِيذُ  جَهَنَّمُ مِنْ ذَلِكَ الْوَادِي فِي كُلِّ يَوْمٍ أَرْبَعَمِائَةِ مَرَّةٍ،  أُعِدَّ ذَلِكَ الْوَادِيَ لِلْمُرَائِينَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ: لِحَامِلِ  كِتَابِ اللَّهِ. وَلِلْمُصَّدِّقِ فِي غَيْرِ ذَاتِ اللَّهِ، وَلِلْحَاجِّ إِلَى  بَيْتِ اللَّهِ، وَلِلْخَارِجِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah  ibnu Abdu Rabbih Al-Bagdadi, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah  menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata; dari Yunus, dari Al-Hasan, dari  Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam neraka  Jahanam benar-benar terdapat sebuah lembah yang neraka Jahanam sendiri meminta  perlindungan kepada Allah dari (keganasan) lembah itu setiap harinya sebanyak  empat ratus kali. Lembah itu disediakan bagi orang-orang yang riya (pamer)dari  kalangan umat Muhammad yang hafal Kitabullah dan suka bersedekah, tetapi bukan  karena Zat Allah, dan juga bagi orang yang berhaji ke Baitullah dan orang yang  keluar untuk berjihad(tetapi bukan karena Allah Swt.).
قَالَ  الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ  عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ أَبِي عُبَيْدَةَ فَذَكَّرُوا  الرِّيَاءَ، فَقَالَ رَجُلٌ يُكَنَّى بِأَبِي يَزِيدَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ  بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "مَنْ  سَمَّع النَّاسَ بِعَمَلِهِ، سَمَّع اللَّهُ بِهِ سامعَ خَلْقِهِ، وحَقَّره  وصَغَّره"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na' im, telah  menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan bahwa  ketika kami sedang duduk di majelis Abu Ubaidah, lalu mereka berbincang-bincang  tentang masalah riya. Maka berkatalah seorang lelaki yang dikenal dengan julukan  Abu Yazid, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Arnr mengatakan bahwa  Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang pamer kepada orang lain  dengan perbuatannya, maka Allah akan memamerkannya di hadapan makhluk-Nya dan  menjadikannya terhina dan direndahkan.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Gundar dan Yahya Al-Qattan, dari  Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari seorang lelaki, dari Abdullah ibnu Amr, dari  Nabi Saw., lalu disebutkan hal yang semisal. 
Dan termasuk hal yang berkaitan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang  berbuat ria. (Al-Ma'un: 6) ialah bahwa barang siapa yang melakukan suatu  perbuatan karena Allah, lalu orang lain melihatnya dan membuatnya merasa takjub  dengan perbuatannya, maka sesungguhnya hal ini bukan termasuk perbuatan riya.  
Dalil yang membuktikan hal ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh  Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab musnadnya, bahwa: 
حَدَّثَنَا  هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، حَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ  بْنُ بَشِيرٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  قَالَ: كُنْتُ أَصَلِّي، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَجُلٌ، فَأَعْجَبَنِي ذَلِكَ،  فَذَكَرْتُهُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ:  "كُتِبَ لَكَ أَجْرَانِ: أَجْرُ السِّرِّ، وَأَجْرُ الْعَلَانِيَةِ"
telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah inenceritakan kepada  kami Makhlad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, telah  menceritakan kepada kami Al-A'masy; dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang  mengatakan bahwa ketika aku sedang salat, tiba-tiba masuklah seorang lelaki  menemuiku, maka aku merasa kagum dengan perbuatanku. Lalu aku.ceritakan hal  tersebut kepada Rasulullah Saw., maka beliau Saw. bersabda: Dicatatkan bagimu  dua pahala, pahala sembunyi-sembunyi dan pahala terang-terangan.
Abu Ali alias Harun ibnu Ma'ruf mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Ibnul  Mubarak pernah mengatakan bahwa hadis ini adalah sebaik-baik hadis bagi  orang-orang yang riya. Bila ditinjau dari segi jalurnya hadis ini garib', dan  Sa'id ibnu Basyir orangnya pertengahan, dan riwayatnya dari Al-A'masy jarang,  tetapi selain dia ada yang meriwayat-kan hadis ini dari Al-A'masy.
قَالَ  أَبُو يَعْلَى أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى بْنِ مُوسَى،  حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، حَدَّثَنَا أَبُو سِنان، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي  ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا  رَسُولَ اللَّهِ، الرَّجُلُ يَعْمَلُ الْعَمَلَ يَسُرُّه، فَإِذَا اطُّلعَ عَلَيْهِ  أَعْجَبَهُ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  "لَهُ أَجْرَانِ: أَجْرُ السر وَأَجْرُ  الْعَلَانِيَةِ".
Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna  ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada  kami Abu Sinan, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah  r.a. yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah  Saw., "Wahai Rasulullah, seorang lelaki melakukan suatu amal kebaikan yang ia  sembunyikan. Tetapi bila ada yang melihatnya, ia merasa kagum dengan amalnya."  Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia mendapat dua pahala, pahala  sembunyi-sembunyi dan pahala terang-terangan.
Imam Turmuzi telah meriwayatkannya dari Muhammad ibnul Musanna dan Ibnu  Majah, dari Bandar, keduanya dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Abu Sinan  Asy-Syaibani yang namanya Dirar ibnu Murrah. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis  ini garib. Al-A'masy telah meriwayatkannya dan juga yang lainnya, dari Habib,  dari Abu Saleh secara mursal.
قَالَ  أَبُو جَعْفَرِ بْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ  بْنُ هِشَامٍ، عَنْ شَيْبَانَ النَّحْوِيِّ عَنْ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ، حَدَّثَنِي  رَجُلٌ، عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى  اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم لما نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {الَّذِينَ هُمْ عَنْ  صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} قَالَ: "اللَّهُ أَكْبَرُ، هَذَا خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ  لَوْ أُعْطِيَ كُلُّ رَجُلٍ مِنْكُمْ مِثْلَ جَمِيعِ الدُّنْيَا، هُوَ الَّذِي إِنْ  صَلَّى لَمْ يَرْجُ خَيْرَ صِلَاتِهِ، وَإِنْ تَرَكَهَا لَمْ يَخَفْ  رَبَّهُ".
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib,  telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Syaiban An-Nahwi,  dari Jabir Al-Ju'fi, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki, dari Abu Barzah  Al-Aslami yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: (yaitu)  orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5) Maka Rasulullah Saw.  bersabda: Allahu Akbar (AllahMahabesar), ini lebih baik bagi kalian daripada  sekiranya tiap-tiap orang dari kalian diberi hal yang semisal dengan dunia dan  seisinya. Dia adalah orang yang jika salat tidak dapat diharapkan kebaikan dari  salatnya, dan jika meninggalkannya dia tidak takut kepada Tuhannya.
Di dalam sanad hadis ini terdapat Jabir Al-Ju'fi, sedangkan dia orangnya daif  dan gurunya tidak dikenal lagi tidak disebutkan namanya; hanya Allah-lah Yang  Maha Mengetahui.
قَالَ  ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ أَبَانٍ الْمِصْرِيُّ،  حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ طَارِقٍ، حَدَّثَنَا عِكْرمِة بْنُ إِبْرَاهِيمَ،  حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ سَعْدِ  بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ  وَسَلَّمَ عَنْ: {الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} قَالَ: "هُمُ الَّذِينَ  يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا".
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Zakaria ibnu Aban  Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Tariq, telah menceritakan  kepada kami Ikrimah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Abdul Malik ibnu  Umair, dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan bahwa ia  pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang orang-orang yang lalai dari  salatnya. Maka beliau Saw. menjawab: Mereka adalah orang-orang yang  mengakhirkan salat dari waktunya.
Menurut hemat saya, pengertian mengakhirkan salat dari waktunya mengandung  makna meninggalkan salat secara keseluruhan, juga mengandung makna  mengerjakannya di luar waktu syar'i-nya, atau mengakhirkannya dari awal  waktunya. 
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la, dari Syaiban ibnu  Farukh, dari Ikrimah ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama. Kemudian ia  meriwayatkannya dari Ar-Rabi', dari Jabir, dari Asim, dari Mus'ab, dari ayahnya  secara mauquf, bahwa karena lalai dari salatnya hingga waktunya terbuang. Hal  ini lebih sahih sanadnya. Imam Baihaqi menilai daif predikat marfu'-nya dan  menilai sahih predikat mauquf-nya, demikian pula yang dikatakan oleh Imam  Hakim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَيَمْنَعُونَ  الْمَاعُونَ}
dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7)
Yakni mereka tidak menyembah Tuhan mereka dengan baik dan tidak pula mau  berbuat baik dengan sesama makhluk-Nya, hingga tidak pula memperkenankan  dipinjam sesuatunya yang bermanfaat dan tidak mau menolong orang lain dengannya,  padahal barangnya masih utuh; setelah selesai, dikembalikan lagi kepada mereka.  Dan orang-orang yang bersifat demikian benar-benar lebih menolak untuk  menunaikan zakat dan berbagai macam amal kebajikan untuk mendekatkan diri kepada  Allah Swt.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ali pernah mengatakan  bahwa yang dimaksud dengan al-ma'un ialah zakat. Hal yang sama telah  diriwayatkan oleh As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ali. Hal yang sama telah  diriwayatkan melalui berbagai jalurdari Ibnu Umar. Hal yang sama dikatakan oleh  Muhammad ibnul Hanafiah, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid, Ata, Atiyyah  Al-Aufi, Az-Zuhri, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa jika dia salat pamer dan jika  terlewatkan dari salatnya, ia tidak menyesal dan tidak mau memberi zakat  hartanya; demikianlah makna yang dimaksud. Menurut riwayat yang lain, ia tidak  mau memberi sedekah hartanya.
Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik; mengingat  salat adalah hal yang kelihatan,'maka mereka mengerjakannya; sedangkan zakat  adalah hal yang tersembunyi, maka mereka tidak menunaikannya.
Al-A'masy dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, dari Yahya ibnul  Kharraz, bahwa Abul Abidin pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Mas'ud tentang  makna al-ma’un, maka ia menjawab bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu yang  biasa dipinjam-meminjamkan di antara orang-orang, seperti kapak dan panci.
Al-Mas'udi telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Abul Abidin,  bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang makna al-ma’un, maka ia  menjawab bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu yang biasa dipinjam-meminjamkan  di antara sesama orang, seperti kapak, panci, timba, dan lain sebagainya yang  serupa.
Ibnu jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ubaid  Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Abu Ishaq, dari  Abul Abidin dan Sa'd ibnu Iyad, dari Abdullah yang mengatakan bahwa dahulu kami  para sahabat Nabi Muhammad Saw. membicarakan makna al-ma’un, bahwa yang dimaksud  adalah timba, kapak, dan panci yang biasa digunakan. Telah menceritakan pula  kepada kami Khallad ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu  Syamil, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan  bahwa ia pernah mendengar Sa'd ibnu Iyad menceritakan hal yang sama dari  sahabat-sahabat Nabi Saw.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari ibrahim, dari Al-Haris ibnu Suwaid, dari  Abdullah, bahwa ia pernah ditanya tentang makna al-ma’un. Maka ia menjawab,  bahwa yang dimaksud adalah sesuatu yang biasa saling dipinjamkan di antara  orang-orang, seperti kapak, timba, dan lain sebagainya yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Ala  Al-Fallas, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah  menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Abu Wa-il,  dari Abdullah yang mengatakan bahwa kami di masa Nabi Saw. mengatakan bahwa yang  dimaksud dengan al-ma’un ialah timba dan lain sebagainya yang sejenis, yakni  tidak mau meminjamkannya kepada orang yang mau meminjamnya.
Abu Daud dan Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal dari Qutaibah, dari  Abu Uwwanah berikut sanadnya. Menurut lafaz Imam Nasai, dari Abdullah, setiap  kebajikan adalah sedekah. Dan kami di masa Rasulullah Saw. menganggap bahwa  al-ma’un artinya meminjamkan timba dan panci.
Ibnu Abu hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah  menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu  Salamah, dari Asim, dari Zurr, dari Abdullah yang mengatakan bahwa al-ma’un  artinya barang-barang yang dapat dipinjam-pinjamkan, seperti panci, timbangan,  dan timba.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan  dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna.  (Al-Ma'un: 7) Yakni peralatan rumah tangga. Hal yang sama telah dikatakan oleh  Mujahid, Ibrahim An-Nakha'i, Sai'id ibnu Jubair, Abu Malik, dan lain-lainnya  yang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud ialah  meminjamkan peralatan rumah tangga (dapur).
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas  sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang  berguna. (Al-Ma'un: 7) Bahwa orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini  masih belum tiba masanya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna  firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un:  7)
Ulama berbeda pendapat mengenai maknanya; di antara mereka ada yang  mengatakan enggan mengeluarkan zakat, ada yang mengatakan enggan mengerjakan  ketaatan, dan ada yang mengatakan enggan memberi pinjaman. Demikianlah menurut  apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Ibnu Aliyyah,  dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris ibnu Ali, bahwa makna  yang dimaksud dengan ayat ini ialah enggan meminjamkan kapak, panci, dan timba  kepada orang lain yang memerlu-kannya.
Ikrimah mengatakan bahwa puncak al-ma'un ialah zakatul mal, sedangkan  yang paling rendahnya ialah tidak mau meminjamkan ayakan, timba, dan jarum.  Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Pendapat yang  dikemukakan oleh Ikrimah ini baik, karena sesungguhnya pendapatnya ini mencakup  semua pendapat yang sebelumnya, dan semuanya bertitik tolak dari suatu hal,  yaitu tidak mau bantu-membantu baik dengan materi maupun jasa (manfaat). 
Karena itulah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ka'b sehubungan dengan makna  firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7)  Bahwa makna yang dimaksud ialah tidak mau mengulurkan kebajikan atau hal yang  makruf. 
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
«كُلُّ  مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ»
Tiap-tiap kebajikan adalah sedekah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj,  telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ibnu Abu Zi-b, dari Az-Zuhri  sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang  berguna. (Al-Ma'un: 7) Al-ma'un menurut dialek orang-orang Quraisy  artinya materi (harta). 
Sehubungan dengan hal ini telah diriwayatkan sebuah hadis yang garib lagi  aneh sanad dan matannya. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan  kepada kami ayahku dan Abu Zar'ah, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan  kepada kami Qais ibnu Hafs, Ad-Darimi, telah menceritakan kepada kami Dalham  ibnu Dahim Al-Ajali, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Rabi'ah An-Numairi,  telah menceritakan kepadaku Qurrah ibnu Damus An-Numairi, bahwa mereka menjadi  delegasi kaumnya kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah,  apakah yang akan engkau wasiatkan kepada kami?" Rasulullah Saw. menjawab,  "Janganlah kamu enggan menolong dengan al-ma’un."
Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan al-ma'un  itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Dengan batu, besi, dan air." Mereka bertanya,  "Besi yang manakah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Panci kalian yang terbuat dari  tembaga, kapak yang terbuat dari besi yang kamu gunakan sebagai sarana  bekerjamu."
Mereka bertanya, "Lalu apakah yang dimaksud dengan batu?" Rasulullah Saw.  menjawab, "Kendil kalian yang terbuat dari batu." Hadis ini garib sekali dan  predikat marfu '-nya munkar, dan di dalam sanadnya terhadap nama perawi yang  tidak dikenal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnul Asir di dalam kitab As-Sahabah telah menyebutkan dalam biografi Ali  An-Numairi; untuk itu ia mengatakan bahwa Ibnu Mani' telah meriwayatkan berikut  sanadnya sampai kepada Amir ibnu Rabi'ah ibnu Qais An-Numairi, dari Ali ibnu  Fulan An-Nuamairi, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
«الْمُسْلِمُ  أَخُو الْمُسْلِمِ إِذَا لَقِيَهُ حَيَّاهُ بِالسَّلَامِ وَيَرُدُّ عَلَيْهِ مَا  هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ لَا يَمْنَعُ الْمَاعُونَ»
Orang muslim adalah saudara orang muslim lainnya; apabila mangucapkan  salam, maka yang disalami harus menjawabnya dengan salam yang lebih baik  darinya, ia tidak boleh mencegah al-ma’un.
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan al-ma'un?''  Rasulullah Saw. menjawab:
«الْحَجَرُ  والحديد وأشباه ذلك»
(Perabotan yang terbuat dari) batu dan besi dan lain sebagainya.
Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.'
Demikianlah akhir tafsir surat  Al-ma'un, segala puji bagi Allah atas limpahan karunianya.
Comments
Post a Comment